MAKALAH
PERKEMBANGAN
POLITIK
DI INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN
MASA
DEMOKRASI LIBERAL
KELOMPOK
1
1. Deavy
Eka Putri (05)
2. Doni
Andiawan (06)
3. Okta
Mahendra (16)
4. Sari
Iskadewi (21)
5. Yusuf
Aji Pangestu (25)
SMA
N 1 Cangkringan
Bedoyo,
Wukirsari, Cangkringan, Sleman
Yogyakarta
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat karunia-Nya
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah perkembangan
politik di Indonesia pada awal kemerdekaan di masa demokrasi liberal ini dengan
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kami berterima kasih kepada
Ibu Sumilah selaku guru mata pelajaran sejarah yang telah memberikan tugas ini.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai perkembangan politik di
Indonesia pada awal kemerdekaan di masa demokrasi liberal. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini banyak kekurangan-kekurangan dan jauh dari sempurna.
Untuk itu kami berharap adanya kritik,saran dan usulan demi kebaikan masa yang
akan datang. Tak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga
makalah ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila ada kesalahan-keasalan kata yang kurang berkenan di hati dan kami
mohon kritik dan saran yang membangun demi kebaikan di masa yang akan datang.
Cangkringan,26 Februari 2016
Penyusun
MASA DEMOKRASI LIBERAL
Pelaksanaan
demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang
Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak
dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal
3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau
parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di
Indonesia.
Tahun
1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai
terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet.
Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.
Ciri-ciri demokrasi liberal adalah
sebagai berikut :
1. Presiden dan Wakil Presiden tidak
dapat diganggu gugat
2. Menteri bertanggung jawab atas
kebijakan pemerintah
3. Presiden bisa dan berhak berhak
membubarkan DPR
4. Perdana Menteri diangkat oleh
Presiden
KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
1. KABINET NATSIR (6
September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan
kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir
Program :
1. Menggiatkan usaha keamanan
dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan
menyempurnakan susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi
Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat
ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian
masalah Irian Barat.
Hasil
:
Berlangsung
perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah
Irian Barat.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
– Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan
Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
– Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi
pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII,
Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Adanya
mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai
DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai
DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga
Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. KABINET SUKIMAN (27
April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin Oleh: Sukiman
Wiryosanjoyo
Program :
1.
Menjamin keamanan dan ketentraman
2.
Mengusahakan kemakmuran rakyat dan
memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
3.
Mempercepat persiapan pemilihan
umum.
4.
Menjalankan politik luar negeri
secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil
:
Tidak terlalu
berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan
skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
a) Adanya
Pertukaran Nota Keuangan antara
Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle
Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika
kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan
politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
b) Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan
Indonesia ke dalam blok barat.
c) Adanya
krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap
lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
d) Masalah
Irian barat belum juga teratasi.
e) Hubungan
Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
3. KABINET WILOPO (3
April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken
kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
biangnya.
Dipimpin Oleh
: Mr. Wilopo
Program
:
1.
Hasil
: – Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan
umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat,
meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2.
Program luar negeri : Penyelesaian
masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan
Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
a) Adanya
kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang
eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
b) Terjadi
defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih
setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk
mengimport beras.
c) Munculnya
gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa.
Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat
ke daerah yang tidak seimbang.
d) Terjadi
peristiwa 17 Oktober 1952.
Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul
sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan
kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI
sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh
Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD
kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga
menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya
surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan
keamanana di Sulawesi Selatan.
e)
Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen
dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
f)
Muncullah mosi tidak percaya dan
menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam
kebijakan KSAD.
g)
Inti peristiwa ini adalah gerakan
sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
h)
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan.
Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang
telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya.
Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir
para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin
tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya
terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
i)
Intinya peristiwa Tanjung Morawa
merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar
mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet
:
Akibat peristiwa
Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia
terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada
presiden.
4. KABINET ALI SASTROAMIJOYO
I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara
PNI dan NU.
Dipimpin
Oleh :
Mr. Ali Sastroamijoyo
Program
:
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran
serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan
peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil
:
a) Persiapan Pemilihan Umum untuk
memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
b) Menyelenggarakan Konferensi
Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi
:
a) Menghadapi masalah keamanan di
daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi
Selatan, dan Aceh.
b) Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya
kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari
Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan
permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri
pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin
baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan
norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara
pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir
meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah
terima dengan KSAD baru.
c) Keadaan ekonomi yang semakin
memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
d) Memudarnya kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah.
e) Munculnya konflik antara PNI dan NU
yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada
tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Nu
menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
5. KABINET BURHANUDDIN
HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dipimpin
Oleh :
Burhanuddin Harahap
Program
:
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah,
yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada
pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut
rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi,
pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika
berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil
:
·
Penyelenggaraan
pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan
15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
·
Perjuangan
Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
·
Pemberantasan
korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
·
Terbinanya
hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
·
Menyelesaikan
masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai
Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan
pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas
kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang
cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru
yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
6. KABINET ALI
SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI,
Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh :
Ali Sastroamijoyo
Program
:
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang,
sebagai berikut.
a)
Perjuangan pengembalian Irian Barat
b)
Pembentukan daerah-daerah otonomi
dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
c)
Mengusahakan perbaikan nasib kaum
buruh dan pegawai.
d)
Menyehatkan perimbangan keuangan
negara.
e)
Mewujudkan perubahan ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah :
a) Pembatalan
KMB,
b) Pemulihan
keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif,
c) Melaksanakan
keputusan KAA.
Hasil
:
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai
titik tolak dari periode planning and
investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
a) Berkobarnya
semangat anti Cina di masyarakat.
b) Muncul
pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan
dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera
Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan
Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
c) Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
d) Pembatalan
KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal
pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya.
Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
e) Timbulnya
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet
hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
7. KABINET DJUANDA (9
April 1957 – 5 Juli 1959)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu
kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena
Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950.
Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin Oleh :
Ir. Juanda
Program
:
Programnya disebut Panca
Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
a) Membentuk
Dewan Nasional
b) Normalisasi
keadaan Republik Indonesia
c) Melancarkan
pelaksanaan Pembatalan KMB
d) Perjuangan
pengembalian Irian Jaya
e) Mempergiat/mempercepat
proses Pembangunan
Semua itu
dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan
pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat
buruk.
Hasil
:
a) Mengatur
kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut
teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan
Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh
dan bulat.
b) Terbentuknya
Dewan Nasional sebagai badan
yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam
masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk
menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
c) Mengadakan
Musyawarah Nasional (Munas)
untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah
pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian
wilayah RI.
d) Diadakan
Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri
tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi
:
a) Kegagalan
Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat.
Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
b) Keadaan
ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit
dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
c) Terjadi
peristiwa Cikini
yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden
Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat
putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden
5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
KEADAAN EKONOMI INDONESIA
MASA LIBERAL
Meskipun Indonesia telah merdeka
tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah
stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat
adalah sebagai berikut.
a) Setelah
pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah
dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
b) Defisit
yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
c) Indonesia
hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan
perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan
memukul perekonomian Indonesia.
d) Politik
keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang
oleh Belanda.
e) Pemerintah
Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi
kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
f)
Belum memiliki pengalaman untuk
menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan
secara memadai.
g) Situasi
keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
h) Tidak
stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah
untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
i)
Kabinet terlalu sering berganti
menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat
dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
j)
Angka pertumbuhan jumlah penduduk
yang besar.
Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah
adalah :
a) Mengurangi
jumlah uang yang beredar
b) Mengatasi
Kenaikan biaya hidup.
Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi
adalah :
a) Pertambahan
penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI
MASALAH EKONOMI
MASA LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga
tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup
berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai
berikut.
1. Gunting
Syafruddin
Kebijakan ini
adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua
uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini
dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan
RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri
Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya
untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya
rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya
orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari
pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem
Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi
Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah
struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir
yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program
ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi
nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).
Programnya :
b) Menumbuhkan
kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
c) Para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
d) Para
pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan
kredit.
e) Para
pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro
ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai
pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi
tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan
pemerintah semakin besar.
Kegagalan program ini disebabkan karena :
a) Para
pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
b) Para
pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
c) Para
pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
d) Para
pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
e) Para
pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.
f)
Para pengusaha menyalahgunakan
kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka
peroleh.
Dampaknya
program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun
sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono
memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari
golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai
produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring
meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai
pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini
menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk
menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan
secara drastis.
Perubahan
mengenai nasionalisasi De Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi
diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun
1951.
4. Sistem
Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi
Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet
Ali I). Tujuan dari program ini
adalah
a) Untuk
memajukan pengusaha pribumi.
b) Agar
para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
c) Pertumbuhan
dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak
ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
d) Memajukan
ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non
pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba
digambarkan sebagai pengusaha non
pribumi khususnya Cina.
Pelaksanaan
kebijakan Ali-Baba,
a) Pengusaha
pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada
tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
b) Pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
c) Pemerintah
memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing
yang ada.
Program
ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
a) Pengusaha
pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih
berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
b) Indonesia
menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
c) Pengusaha
pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan
Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa
Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini
dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan
rencana persetujuan Finek
Isi persetujuan Finek :
a) Persetujuan
Finek hasil KMB dibubarkan.
b) Hubungan
Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
c) Hubungan
Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian
lain antara kedua belah pihak.
d) Hasilnya
pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil
langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap
melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
e) Tujuannya untuk melepaskan diri dari
keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya
Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya :
Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu
mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja
kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti
menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya
kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang
dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet
Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan
jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro
ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya
akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November
1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT
tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
Adanya depresi
ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun
1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan
pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya
ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan
kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah
Nasional Pembangunan
Masa kabinet
Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut
untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan
(Munap). Tujuan
diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat
dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang.
Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat
dilaksanakan dengan baik karena :
a) Adanya
kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
b) Terjadi
ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
c) Timbul
pemberontakan PRRI/Permesta.
d) Membutuhkan
biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan
defisit Indonesia.
e) Memuncaknya
ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai
konfrontasi bersenjata.
DAFTAR PUSTAKA
https://history1978.wordpress.com/2013/03/26/indonesia-masa-demokrasi-liberal-1950-1959/
makasih yaaa, ini membantu banget
BalasHapussamasama cuy
BalasHapusThanks cuy
BalasHapus